Masih dalam masa berkabung. Ayahku baru saja berpulang ke rahmatullah. Kepergian yang cukup mendadak bahkan kurang dari satu minggu sejak beliau dilarikan ke IGD dan langsung masuk ICU hingga akhirnya meninggal.
Ibuku berduka. Adikku berduka. Begitu pula aku. Meski beliau bukan ayah kandung, aku dan adikku begitu senang dengan kehadirannya karena kami kembali memiliki ayah setelah 10 tahun sejak kepergian ayah kandung kami.
Yang begitu terpukul sudah pasti ibuku. Tinggal di rumah berdua, ke manapun berdua (FYI, aku dan adikku tinggal di rumah yang berbeda). Banyak sekali saudara dan kerabat datang untuk menghaturkan rasa bela sungkawa, dan hampir semua berpesan untuk menjaga ibuku. Aku anggap itu wajar, walau kadang aku merasa jengkel dengan kata-kata itu. Karena sudah pasti aku akan menjaganya, bagaimana tidak? Dia kini satu-satunya orang tuaku.
Hingga suatu saat ada saudara yang mengingatkanku untuk lebih kuat, karena kini aku adalah tulang punggung keluarga. Deg! Aku baru menyadarinya. Ibuku hanya ibu rumah tangga, dan aku tidak bisa menggantungkan pada usaha kos-kosan ayahku yang status kepemilikannya tidak jelas. Pekerjaanku juga bisa dibilang tidak dapat diandalkan.
Rasanya ingin sekali kembali ke masa kecil, di mana yang kutahu hanya sekolah dan nonton TV. Tidak pernah berpikir apa yang aku pikirkan sekarang.
Aku merasa sendiri. Teman-temanku hanya datang ketika hari pemakaman. Teman dekat? Sahabat? Entahlah mungkin mereka sibuk. Aku tidak memiliki banyak sahabat, mungkin karena aku terlalu tertutup.
Kadang aku masih belum bisa menerima kepergian ayah, bukan karena belum ikhlas, tapi lebih karena aku merasa belum siap untuk menanggung semua beban ini. Tapi aku yakin, Tuhan memberikanku cobaan ini karena Dia tahu aku mampu melewatinya, walau aku sendiri belum tahu bagaimana caranya. Yang aku tahu, aku harus lebih semangat (cari) kerja dan lebih mendekatkan diri pada-Nya.
No comments:
Post a Comment